Dok. Pribadi
Viddy Ad Daery di situs yang diduga kerabat Gajah Mada
Budayawan Nusantara kelahiran Lamongan, Viddy Ad Daery, yang telah banyak meneliti mengenai Folklor Gajah Mada “versi” Lamongan, dan telah mempresentasikan temuan-temuan itu di beberapa seminar Internasional di Indonesia, Malaysia, Singapura dan Brunei, kini telah menemukan “bukti-bukti baru folklore Modo” berupa situs-situs yang selama ini belum pernah diungkap.
Viddy yang baru-baru ini menjelajahi kembali “wilayah Modo” Lamongan, bersama Sufyan Al-Jawi, arkeolog dari Numismatik Indonesia, menemukan beberapa “situs yang mengejutkan” yang tentunya akan memengaruhi penulisan sejarah Indonesia. “Teori Pak Viddy yang saya baca di www.kompas.com ( mengenai folklore Modo yang menyatakan bahwa Gajah Mada lahir di Modo ) tampaknya akan mendapat dukungan bukti-bukti kuat di lapangan, terutama dari segi arkeologi!” tandas Sufyan Al-Jawi.
Temuan itu, pertama-tama dijumpai di Modo sendiri, antara lain ialah “makam kerabat Gajah Mada” yang diakui kebenarannya oleh Pak Sukardi yang mengaku “masih kerabat Gajah Mada”. Pria yang berwajah dan berpostur Mongoloid “mirip citra Gajah Mada” itu, menunjuk sekelompok makam kuno yang terdapat di sudut utara kompleks makam Medalem, Modo, Lamongan.
“Menurut cerita kakek-nenek saya, itu makam kerabat dekat Gajah Mada dan para pengikutnya”, tutur Pak Sukardi menunjuk sekelompok makam tua yang terdiri dari empat makam.
Empat makam itu Nampak “lain”, karena tidak nampak sebagai makam-makam “modern” yang lain yang rata-rata diurug tinggi lalu diplester dengan ubin. Empat makam tua itu hanya dikelilingi batu-batu kuno, dan nisan “kuno”nya sudah banyak yang patah, Nampak tidak terurus.
“Nisan makam ini ada yang masih tersisa dan tampak kekunoannya, yaitu berjenis nisan dari peradaban abad ke 15, sebelum munculnya zaman Walisongo”, ujar Sufyan Al-Jawi. “Dicirikan dengan lambang mahkota bunga, dan itu merupakan perpaduan kebudayaan Hindu dan Islam”.
Lebih lanjut Sufyan Al-Jawi menyimpulkan, bahwa “kerabat Gajah Mada” ternyata sudah menganut kepercayaan islam, dengan bukti makamnya menghadap ke arah kiblat, dan nisannya bercitra Islam abad ke 15.
Viddy menyatakan, meskipun makam yang ditemukan bukan atau belum mengarah ke Gajah Mada itu sendiri, namun sudah merupakan bukti kuat bahwa Gajah Mada sangat terkait erat dengan desa Modo, yang pada zaman Majapahit merupakan ibukota Kerajaan Pamotan atau Kahuripan, salah satu vassal Majapahit di sebelah utara yang pernah diperintah oleh Tribhuana Tunggadewi dan Hayam Wuruk ketika dipersiapkan untuk menerima tahta Majapahit.
Rombongan Viddy dan Sufyan Al-Jawi seterusnya mengunjungi situs desa Garang, yang dalam folklore Modo disebut sebagai desa perguruan silat Garangan Putih tempat Gajah Mada muda mempelajari ilmu kanuragan. Kemudian dilanjutkan ke makam Ibunda Gajah Mada alias Dewi Andongsari yang berada di bukit Gunung Ratu, Ngimbang dekat Modo.
Selanjutnya tim ke dusun Badander, Kabuh, Jombang di dekat Sungai Brantas, yang ditengarai sebagai tempat Gajah Mada menyelamatkan Prabu Jayanegara dari kejaran pasukan pemberontak Ra Kuti. Letak Badander dengan Modo, Lamongan, relatif tidak terlalu jauh.
Menggugat Sejarah
Seorang penduduk Badander (Pak Pari) yang diwawancarai oleh tim Viddy-Sufyan, mempertanyakan, “Kenapa buku-buku sejarah di sekolah tidak menulis yang benar? Kenapa ditulis bahwa tempat penyelamatan Prabu Jayanegara di Dander Bojonegoro? Bagi kami terasa aneh! Sebab menurut cerita leluhur-leluhur kami, desa kamilah, yaitu Badander, sebagai tempat penyelamatan Prabu Jayanegara. Menurut cerita leluhur kami, Gajah Mada menitipkan Prabu Jayanegara kepada Buyut Badander atau kepala desa kami saat itu.”
Tim menyusuri bukti-bukti yang dikemukakan oleh Pak Pari dengan mengukur jarak antara pusat Kerajaan Majapahit dengan Badander, Kabuh, dan menyimpulkan bahwa secara logika, letak Badander Kabuh lebih masuk akal menjadi tempat penyelamatan Jayanegara, daripada Dander Bojonegoro yang letaknya terlalu jauh. “Hal ini dibuktikan dengan ditemukannya tata letak pusat pemerintahan desa yang sekarang adalah bekas lokasi pesanggrahan Buyut Badander seperti yang diceritakan oleh masyarakat setempat, berupa Pager Banon!” simpul Sufyan Al-Jawi.
Menurut Viddy Ad Daery, dalam babad-babad kuno memang ditulis bahwa lokasi desa tempat penyelamatan Prabu Jayanegara oleh Gajah Mada adalah di Badander, bukan Dander. “Dan itu berarti lebih mengarah Badander Kabuh. Bukan Dander Bojonegoro!” kata budayawan yang kini sedang menggarap tesis Ph D itu.
Menurut Sufyan Al-Jawi penelitian ini bertujuan untuk pembuatan buku demi meluruskan sejarah Gajah Mada yang selama ini simpang siur. Sedang bagi Viddy sendiri, di samping untuk memperkuat teorinya, juga untuk bahan penulisan serial novelnya “Pendekar Sendang Drajat Misteri Gajah Mada Islam”. ( Drs. Mat Rais, budayawan Lamongan ).
Tidak ada komentar