detikSurabaya/M Aminudin
Malang - Sebuah pancuran air peninggalan Kerajaan Majapahit
abad ke 14 ditemukan warga di Dusun Baba'an, Desa Ngenep, Kecamatan Karangploso,
Kabupaten Malang. Pancuran terbuat dari batu adesit merah biasa dikenal dengan
nama Joloduoro itu diduga kuat peninggalan pada masa Raja Hayam
Wuruk.
Sekilas, pancuran tersebut menyerupai arca naga, memiliki tinggi
sekitar 50 centimeter, lebar 20 centimeter, dan berat sekitar 15
kilogram.
Orang yang pertama kali menemukan pancuran tersebut adalah
Marjoko, seorang buruh pencetak batu bata. Pria berusia 38 tahun itu
menemukannya saat menggali tanah untuk bahan baku bata. Lokasi penemuan sendiri
jauh dari pemukiman penduduk.
"Marjoko yang menemukan, saat menggali
tanah untuk batu bata," terang Kades Ngenep Suwardi ditemui wartawan di lokasi
penemuan, Jumat (24/8/2012) siang.
Suwardi menceritakan, Marjoko kemudian
mengevakuasi pancuran itu dan membawanya ke balai desa. "Kami kemudian melapor
ke Dinas Pariwisata," cerita Suwardi seraya mengaku baru pertama kali
peninggalan purbakala ditemukan di wilayahnya.
Suwardi menambahkan,
sebelum menemukan pancuran air ini, Marjoko bermimpi didatangi perempuan
berparas ayu yang meminta agar segera ditarik keluar dari air. "Besoknya dicari
lokasi mimpi dimana perempuan itu minta ditarik keluar, ternyata menemukan
pancuran ini," imbuh Suwardi.
Penemuan pancuran ini langsung direspon
Balai Pelestarian Peninggalan Purbakala (BP3) Trowulan dengan meninjau langsung
ke lokasi, Jumat siang.
Kepala BP3 Trowulan Aris Soviani, mengatakan,
pancuran ini semestinya berada di areal sumber mata air. Bukan di tempat dimana
Marjoko menemukan. Dirinya pun menduga pancuran ini telah
dipindahkan.
Selain itu, lanjut dia, lokasi penemuan bukan merupakan
bekas kawasan kegiatan di zaman pancuran dibuat. Melihat dari struktur tanah.
"Mungkin 5 sampai 6 tahun lalu dipindah. Karena jarak dengan sumber air berkisar
500 meter," katanya disela mensurvei lokasi penemuan.
Aris mengungkapkan,
Joloduoro atau pancuran air ini seharusnya berjumlah empat buah. Fungsinya
sebagai aliran mata air di sumber mata air untuk menyucikan diri sebelum ritual
digelar.
"Pancuran ini sangat langka, karena terbuat dari batu adesit
merah. Pancuran sama ditemukan di areal Candi Tikus, tapi terbuat dari batu
adesit hitam," ungkapnya.
Sumber mata air dinamai warga Sumberasin
memiliki tiga mata air itu bisa ditempuh sekitar 500 meter arah barat dari
pancuran ditemukan. Keberadaannya kini untuk menyuplai kebutuhan air warga
setempat.
Aris menyakini dahulu di kawasan sumber mata air memiliki
punden, tempat untuk menggelar upacara. Rencananya, pendalaman informasi di
sekitar lokasi sumber akan dilakukan. "Akan kita teliti lebih jauh, karena
harusnya ada empat pancuran serta punden," tutur Aris.
Sumber
Tidak ada komentar