Indonesia pada satu zona waktu
Oleh Edy Can, Herlina KD, Narita Indrastiti
KP3EI mengusulkan penyatuan tiga zona waktu wilayah Indonesia menjadi satu. Pengaturan ini bertujuan menjangkau partisipasi kawasan Indonesia Timur dan Tengah dalam pertumbuhan ekonomi. Sayang, studinya belum tuntas
Waktu adalah uang. Karena sangat paham makna kalimat itu, banyak negara menata kembali pengaturan waktu di wilayahnya. Aturan baku yang selama ini dipelopori Sandford Fleming pada Oktober 1884 silam sudah mulai ditinggalkan lantaran tak sesuai dengan kepentingan ekonomi, politik, pertahanan dan keamanan nasional.
China salah satu contohnya. Sejak dikuasai Partai Komunis, wilayah China yang terbagi lima zona waktu direduksi menjadi satu pada 1949. Kini waktu yang dipakai di China adalah GMT+ 8. Perubahan ini tentunya untuk kepentingan politik.
Singapura yang terletak di zona GM+7 malah menerapkan waktu GM+8. Sejak 1 Januari 1982, negara kecil yang bersebelahan dengan Malaysia ini mengubah waktu sejam lebih cepat. Perubahan ini supaya Negeri Merlion ini bisa bersaing dengan Malaysia yang terlebih dahulu mempercepat waktunya sejam lebih cepat.
Yang terbaru adalah Samoa. Negara kecil di Lautan Pasifik Selatan melakukan langkah radikal dengan memutar jamnya satu hari lebih cepat dari sebelumnya. Bila sebelumnya, waktu di Samoa 21 jam lebih lambat dari Sidney maka sejak 29 Desember 2011 lalu waktu di negara itu menjadi tiga jam lebih cepat dari Sidney.
Pemerintah Samoa beralasan, pengaturan waktu ini supaya mereka bisa berbisnis dengan Australia dan Selandia Baru dengan durasi yang lebih panjang. Bila menggunakan zona waktu yang lama, Samoa harus rela kekurangan dua hari dalam bertransaksi dengan kedua negara tersebut.
Beberapa negara juga tengah mempertimbangkan pengaturan zona waktu ini lagi. Diantaranya, Brasil dan Rusia.
Zona waktu Indonesia sendiri juga pernah diotak-atik. Bahkan, perubahan waktu itu dilakukan beberapa kali baik oleh penjajah maupun pemerintah sendiri. (lihat infografik 1).
Dua pekan lalu, dalam sebuah seminar di Bogor, Jawa Barat, usulan mengatur ulang pembagian waktu ini muncul kembali. Adalah Komite Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia (KP3EI) yang mengusulkannya. KP3EI minta zona waktu yang terbagi tiga zona disatukan menjadi GM+8.
Ketua Divisi Humas dan Promosi KP3EI Edib Muslim mengatakan, pengaturan kembali waktu Indonesia ini untuk menjaga soliditas Negara Kesatuan Bangsa Indonesia (NKRI), membangun daya saing nasional serta internasional bangsa. “Unifikasi wilayah waktu nasional menjadi GMT+8 mampu memberikan daya angkat dana daya dorong bagi daya saing sosial politik, ekonomi dan ekologi nasional,” katanya.
Deputi Menteri Koordinator Perekonomian Bidang Infrastruktur dan Pengembangan Wilayah Lucky Eko Wuryanto menambahkan, penyamaan waktu ini untuk menjangkau keterlibatan masyarakat Indonesia bagian timur dan tengah dalam pertumbuhan ekonomi. “Semuanya akan bangun dan tidur bersamaan,” kata Eko.
“Semuanya akan bangun dan tidur bersamaan,” kata Eko.
Dari sisi birokrasi nasional, KP3EI menilai penyamaan dari tiga zona menjadi satu akan efektif mendorong peningkatan kinerja birokrasi dari Sabang hingga Merauke. Sebab, waktu koordinasi akan lebih panjang yakni sepanjang masa kerja yakni delapan jam.
Sementara dengan tiga zona waktu, KP3EI menghitung waktu koordinasi secara penuh pada saat bersamaan hanya 180 menit (tiga jam). Kok bisa?
Begini hitungannya. KP3EI mengasumsikan koordinasi birokrasi baru dimulai pukul 08.00 WIB, ketika jam masuk kantor di kawasan Indonesia barat. Di saat yang bersamaan, di kawasan Indonesia tengah sudah memasuki pukul 09.00 dan Indonesia Timur pukul 10.00. Dengan perbedaan waktu itu, KP3EI menyatakan, tempo rapat koordinasi hanya bisa dilakukan selama dua jam saja sebab kawasan Indonesia Timur sudah memasuki jam istirahat makan siang.
Ketika kawasan Indonesia Timur selesai istirahat, rapat koordinasi pun tak langsung bisa dimulai. Sebab, kawasan Indonesia tengah pada saat berbarengan memasuki jam istirahat. Begitu pula selanjutnya.
Alhasil, koordinasi bisa dilakukan setelah jam istirahat kawasan Indonesia Barat selesai yakni pukul 13.00. Rapat koordinasi pun tak bisa berlama-lama sebab sejam kemudian kawasan Indonesia Timur sudah gelap dan saatnya pulang kerja. Jadi rapat koordinasi hanya bisa dilakukan dua jam sebelum makan siang dan sejam setelah jam istirahat.
Transaksi bursa pendek
Begitu juga yang terjadi dengan akses perdagangan saham di Bursa Efek Indonesia (BEI). Dengan tiga zona waktu, KP3EI menghitung kawasan Indonesia Timur dan Tengah hanya memiliki akses perdagangan yang pendek ketimbang kawasan Indonesia Barat (lihat infografik 2).
Untuk kawasan Indonesia Timur, KP3EI menghitung waktu efektif transaksi bursa saham hanya 2 x 30 menit. Ini lantaran, transaksi bursa baru dimulai pada pukul 11.30 WIT. Setengah jam kemudian, wilayah Indonesia timur harus memasuki jam istirahat kendati sesi perdagangan pertama sebenarnya belum selesai.
Pelaku pasar di kawasan Indonesia Timur baru bisa memulai kembali transaksi pada pukul 15.30 WIT. Sebab, pada sesi perdagangan bursa kedua baru dibuka pada pukul 13.30 WIB atau pukul 15.30 WIT. Transaksi pun hanya hanya berlangsung setengah jam karena kantor keburu tutup pada pukul 16.00 WIT.
Kawasan Indonesia bagian tengah masih beruntung ketimbang pelaku di Indonesia timur. Mereka bisa bertransaksi sebanyak 2 x 90 menit. Yakni 90 menit pada sesi perdagangan pertama dan 90 menit pada sesi perdagangan kedua.
Nah, dengan penerapan zona waktu tunggal ini, KP3EI berharap masyarat Indonesia Tengah dan Indonesia Timur bisa mempunyai durasi transaksi yang lama di bursa. “Bursa masih berpeluang untuk dimanfaatkan menjadi instrument pemersatu ekonomi,” kata Edib.
KP3EI menargetkan usulan ini bisa terealisasi pada 17 Agustus 2012 mendatang. Namun, KP3EI juga mengajak lembaga lain seperti Bank Indonesia, Kementerian Keuangan, Kementerian Agama dan Majelis Ulama Indonesia memberikan tanggapan atas dampak penyatuan waktu itu.
Belum tuntas
Usulan penyamaan waktu ini memperoleh tanggapan beragam. Ada yang setuju dan tentu saja ada yang tidak. Ada pula yang bersikap berhati-hati atas usulan ini.
Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) termasuk golongan yang setuju soal ide KP3EI ini. Ketua Apindo Sofjan Wanandi mengaku sudah pernah mengusulkan ide yang sama kepada pemerintah. Apalagi, katanya, Indonesia berada dalam satu zona waktu dengan Malaysia dan Singapura. “Ini membuat kami lebih efisien dalam bekerja,” katannya pekan lalu.
Menteri Koordinator Perekonomian Hatta Rajasa juga belum buru-buru menyetujui usulan itu kendati mengakui usulan itu sudah dikaji sejak dia menjadi menteri riset dan teknologi. Ini artinya kajian tersebut sudah berusia 12 tahun. “Ada plus minus, silahkan dikaji,” kata Hatta.
Menteri Keuangan Agus Martowardojo bersikap hati-hati menanggapi usulan itu. Dia tak sepakat bila wilayah Indonesia yang terbentang dari Sabang hingga Merauke ini hanya memiliki satu waktu.
"Sepertinya kita kurang agresif menjaga produktifitas," kata Agus.
Bekas Direktur Utama Bank Mandiri ini beralasan ada beberapa daerah yang waktunya lebih cepat ketimbang Singapura yakni Sumatera Barat dan Sumatera Utara. "Sepertinya kita kurang agresif menjaga produktifitas," kata Agus.
Hal ini dibenarkan Peneliti Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (LAPAN) T. Djamaluddin. Dia menilai, penyederhaan waktu itu memang memudahkan koordinasi terkait jam kerja dinas dan bisnis.
Cuma, dia juga melihat ada inefisiensi bila Indonesia dijadikan satu zona waktu seperti China. “Ada potensi komunikasi dinas atau bisnis terganggu,” katanya seperti dikutip dari makalahnya berjudul "Kajian Astronomi Perubahan Zona Waktu Indonesia".
Berdasarkan perhitungannya, Djamaluddin mengatakan ada jeda waktu tambahan sekitar setengah jam sesudah istirahat untuk shalat dhuhur di wilayah Jawa Bagian Barat dan Sumatera yang notabenemempunyai sebaran penduduk lebih dari 40% dari total penduduk Indonesia.
Alhasil, Djamaluddin mengusulkan menjadikan Indonesia menjadi dua zona waktu. Dengan usulan ini, dia mengatakan, tambahan jeda waktu saat shalat dzuhur bisa dihilangkan.
Lucky sendiri mengaku belum mengetahui bagaimana perhitungan LAPAN itu. Dia justru berharap ada riset lebih rinci dari berbagai lembaga lainnya ke depannya. Bila demikian, pemerintah tampaknya harus berburu waktu karena time is money.
Sumber
Sumber
Tidak ada komentar