Pembuatan Keris
Ki Empu Sungkowo Harumbrodjo (kiri) bersama asistennya Tugino (kanan) menempa besi dan nikel dalam proses pembuatan keris di Moyudan, Sleman, Yogyakarta, Kamis (5/7). Sungkowo Harumbrodjo yang merupakan keturunan dari Empu Supo Mojopahit yang ke-17 merupakan Empu yang menerima pembuatan keris berbagai macam pamor dengan harga 5 juta hingga 15 juta rupiah per keris yang dikerjakan sekitar 40 hari. (FOTO ANTARA/Sigid Kurniawan)
Denpasar (ANTARA News) - Pengamat budaya, Prof I Nyoman Weda Kusuma menganggap bahwa keris bisa menjadi pedoman hidup masyarakat dunia sehingga kelestariannya sebagai warisan budaya perlu dijaga.
"Keris telah mendapat apresiasi lintas generasi yang diakui oleh UNESCO sehingga memiliki arti dan makna yang esensial terkandung di dalamnya dalam kehidupan manusia," kata Guru Besar Universitas Udayana (Unud) Denpasar itu, Jumat.
Dia berharap makna yang esensial itu dapat direvitalisasikan sesuai perkembangan budaya masyarakat pewarisnya dan bermanfaat dalam kehidupan masyarakat.
Organisasi Dunia Bidang Pendidikan dan Kebudayaan (UNESCO) telah mengakui keris sebagai warisan budaya masyarakat Indonesia.
Weda menjelaskan bahwa perkembangan keris di Indonesia dipengaruhi oleh peradaban Kerjaan Majapahit yang pernah berkuasa di seluruh wilayah Indonesia, bahkan sampai ke Thailand, Malaysia, Singapura dan Malaysia.
Ragam dan jenis keris yang ada di negara tetangga itu tidak jauh berbeda dengan keris yang diwarisi di Indonesia. Bentuk, fungsi, dan teknik penggarapannya tidak berbeda secara estetik.
Bahkan keris yang cukup melegenda ke seluruh Nusantara di antaranya keris karya Empu Gandring yang menyebabkan terbunuhnya tujuh keturunan raja, termasuk Ken Arok.
"Kekayaan dan keragaman keris nusantara diyakni memiliki fungsi dan makna yang identik dengan budaya masyarakat setempat sehingga tidak keliru UNESCO memutuskan keris Indonesia sebagai peninggalan peradaban dunia," kata Weda. (I006/M038)
Tidak ada komentar