google.co.id
DUNIA modern memang menyediakan berbagai macam perangkat teknologi, yang memudahkan segala urusan teknis manusia. Tetapi dunia modern tidak menyediakan konsep dan metode bagaimana hidup tentram dan bahagia. Apalagi standar utama kemakmuran dalam dunia modern tidak bisa diukur melainkan dengan materi belaka.
Akibatnya dunia modern tidak serta-merta hanya mengisi dunia dengan kecanggihan teknologi dan kemudahan dalam kehidupan sehari-hari. Tetapi juga menyisakan problem serius yang mengancam mental dan pikiran manusia yang berujung pada terjadinya krisis moral luar biasa.
Krisis moral adalah akibat dari rusaknya mental dan nalar berpikir manusia dari yang seharusnya. Bagaimana tidak, mayoritas orang kini berpikir serba instan, pragmatis, dan hedonis. Demi kenikmatan-kenikmatan materi, manusia modern rela mengorbankan eksistensi dirinya sebagai makhluk sosial. Merasa cukup bahagia dengan harta dan tidak pernah resah-gelisah dengan nasib sesama.
Manusia modern kini banyak yang mengalami apa yang disebut dengan
sakit psikosomatik. Sebuah penyakit mental dan pikiran yang tentunya
tidak disebabkan oleh bakteri, virus, atau pertumbuhan jaringan tubuh
yang tidak normal. Melainkan karena sikap dan perilaku sehari-hari yang
jauh dari pengamalan nilai-nilai agama. Apalagi secara sosial,
religiusitas umat Islam Indonesia juga kian tergerus dan semakin
memprihatinkan.
Seorang penulis memberikan perbandingan yang sangat tajam. Manusia
primitif bahkan lebih baik dalam memuaskan dorongan hasratnya ketimbang
manusia modern. Kehidupan mereka yang nomaden terbebas dari kegelisahan
mental. Manusia primitif tidak menderita sakit jiwa, hingga menghalalkan
segala cara seperti sekarang marak terjadi. Justru karena kemajuan
peradaban dalam bidang teknologi, industri, dan urbanisasi, manusia
modern banyak yang menderita sakit mental yang sangat serius.
Serakah
Pertanyaannya kemudian mengapa justru manusia modern yang secara
sains dan teknologi berada di atas manusia primitif, malah lebih buruk
mentalitasnya? Jawabannya sederhana, manusia modern gagal mengendalikan
diri dari sifat rakus, serakah, alias tamak.
Ilmu yang dimiliki tidak dimaksimalkan untuk membangun kemaslahatan
bersama. Melainkan untuk ambisi pribadi semata. Ketika ini menjadi
tabiat sebuah masyarakat, di mana materialisme menjadi sumbu sentral
dalam kehidupannya, maka kemakmuran material adalah yang paling utama di
atas segala-galanya, sekalipun secara lahiriah mereka masih mengaku
beragama.
Kini, banyak kita saksikan, termasuk di lingkungan yang tidak jauh
dari kehidupan kita, manusia berbondong-bondong mencari kepuasan materil
dan mengabaikan kebutuhan jiwa yang menjadi unsur utama kemanusiaan.
Padahal, keika manusia mengabaikan kebutuhan batiniahnya, berarti ia
telah mendustai eksistensi dirinya yang paling hakiki. Oleh karena itu
wajar jika kemudian kehidupan manusia modern mayoritas berada dalam
tekanan dan kegelisahan secara terus-menerus. Hal itu tiada lain karena
ketamakan, kerakusan, dan keserakahan yang menjadikan iman dan akal
sehatnya tumpul tak berguna.
Ketika manusia telah kehilangan api iman dan akal sehatnya, maka
sungguh ia tidak akan pernah hidup bahagia, meskipun berilmu dan
berharta. Karena orang seperti itu adalah orang yang hidup untuk hawa
nafsu.
أَفَرَأَيْتَ مَنِ اتَّخَذَ إِلَهَهُ هَوَاهُ وَأَضَلَّهُ اللَّهُ عَلَى
عِلْمٍ وَخَتَمَ عَلَى سَمْعِهِ وَقَلْبِهِ وَجَعَلَ عَلَى بَصَرِهِ
غِشَاوَةً فَمَن يَهْدِيهِ مِن بَعْدِ اللَّهِ أَفَلَا تَذَكَّرُونَ
“Maka
pernahkah kamu melihat orang yang menjadikan hawa nafsunya sebagai
tuhannya dan Allah membiarkannya berdasarkan ilmu-Nya dan Allah telah
mengunci mati pendengaran dan hatinya dan meletakkan tutupan atas
penglihatannya? Maka siapakah yang akan memberinya petunjuk sesudah
Allah (membiarkannya sesat). Maka mengapa kamu tidak mengambil
pelajaran?” (QS Al-Jaatsiyah [45] : 23).
Resep Bahagia
Memiliki harta tidak haram dalam Islam, bahkan perlu dalam
perjuangan. Menjadi manusia produktif juga bukan larangan, malah
merupakan teladan dari Nabi dan para sahabat, serta alim ulama.
Islam hanya melarang umatnya hidup timpang, dengan mengedepankan
kehidupan dunia dan mengabaikan kehidupan akhirat. Apalagi menjadikan
dunia sebagai surga hingga takut mati.
وَابْتَغِ فِيمَا آتَاكَ اللَّهُ الدَّارَ الْآخِرَةَ وَلَا تَنسَ
نَصِيبَكَ مِنَ الدُّنْيَا وَأَحْسِن كَمَا أَحْسَنَ اللَّهُ إِلَيْكَ
وَلَا تَبْغِ الْفَسَادَ فِي الْأَرْضِ إِنَّ اللَّهَ لَا يُحِبُّ
الْمُفْسِدِينَ
“Dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu
(kebahagiaan) negeri akhirat, dan janganlah kamu melupakan bahagianmu
dari (kenikmatan) duniawi dan berbuat baiklah (kepada orang lain)
sebagaimana Allah telah berbuat baik, kepadamu, dan janganlah kamu
berbuat kerusakan di (muka) bumi. Sesungguhnya Allah tidak menyukai
orang-orang yang berbuat kerusakan.” (QS Al-Qashshash [28] : 77).
Ayat tersebut merupakan panduan atau boleh dikatakan resep untuk
hidup bahagia. Persis seperti apa yang telah dicontohkan oleh Rasulullah
saw dalam kehidupan sehari-hari. Yaitu hidup dengan mengedepankan
kebahagiaan akhirat dengan tidak mengabaikan dunia.
Mentalitas dan
daya nalar seperti ini harus dibangun oleh setiap jiwa umat Islam.
Karena inilah kunci hidup yang paling utama untuk bisa menjadi lebih
tentram dan bahagia bahkan lebih aktif dan produktif.
Tidak berlebihan jika ada ungkapan bahwa umat Islam masa lalu
berkepribadian luar biasa. Di siang hari mereka laksana singa jantan, di
malam hari mereka menjadi ahli ibadah, yang bermunajat di keheningan
malam mengharap pertolongan dan kemengan dari Allah SWT.
Siang dan malam mereka menjadi sangat produktif. Kesibukan niaga dan
berbagai perkara keduniawian tidak menyebabkan mereka jauh apalagi ogah
dengan ibadah dan Al-Qur’an. Siang mereka bekerja keras, malam mereka
bangun, berdoa dan memohon ampunan. Hal inilah yang menyebabkan
mentalitas dan daya nalar umat Islam dahulu tetap stabil, sekalipun
hidup berlimpah harta. Setidaknya itulah yang ditunjukkan oleh Abu
Bakar, Utsman, dan Abdurrahman bin Auf.
Dengan cara pandang akhirat lebih utama dengan tidak mengabaikan
dunia menjadikan para sahabat hidup tentram dan bahagia. Baik mereka
yang kaya ataupun tidak. Semua merasa bahagia, karena setiap hari mereka
mengikuti apa yang dilakukan oleh Nabi secara sungguh-sungguh.
Keseharian Nabi
Bagaiman Nabi mengisi hari-harinya? Tentu banyak uraian yang
menjelaskan bagaiman Nabi mengisi hidupnya sehari-hari. Tetapi secara
global tradisi Nabi dalam keseharian itu dapat dilihat dari kandungan
Surah Al-Muzzammil ayat 1 – 10.
Di keheningan malam yang sunyi dan melelapkan, Nabi saw justru
beranjak dari tempat tidur, menyibakkan selimut, tegak dan mendirikan
sholat sunnah tahajjud. Kemudian membaca Al-Qur’an dengan tartil. Dalam
makna filosofis tartil bisa diartikan sebagai membaca dengan penuh
kesungguhan untuk benar-benar memahami kandungan bacaan Al-Qur’an untuk
diamalkan.
Kemudian Nabi saw tidak pernah lepas dari menyebut nama Allah
(dzikir) dan beribadah dengan penuh ketekunan (konsisten). Itulah
mengapa Nabi saw tidak mudah terbawa emosi, apalagi memperturutkan
ambisi pribadi.
Apapun yang terjadi, Nabi saw senantiasa mengingat Allah, sehingga
setiap keputusan dan kebijakannya senantiasa mendatangkan maslahat. Bagi
Nabi saw, Allah adalah satu-satunya tempat mengadu, berlindung, dan
memohon pertolongan.
Sebagai orang beriman kita patut untuk bersungguh-sungguh meneladani
tradisi Nabi saw dalam sehari-hari. Apapun aktivitas kita, status kita,
dan problem kehidupan kita, semua akan mudah untuk diatasi jika kita
benar-benar mengikuti dan meneladani sunnah-sunnah Rasulullah saw. Sebab
hanya dengan cara seperti itulah, kita benar-benar akan mampu
menghidupkan iman dengan benar.
الَّذِينَ آمَنُواْ وَتَطْمَئِنُّ قُلُوبُهُم بِذِكْرِ اللّهِ أَلاَ بِذِكْرِ اللّهِ تَطْمَئِنُّ الْقُلُوبُ
“(yaitu) orang-orang yang beriman dan hati mereka manjadi
tenteram dengan mengingat Allah. Ingatlah, hanya dengan mengingati
Allah-lah hati menjadi tenteram.” (QS. Al-Ra’d [13] : 28).
Sayyidina Ali r.a. menjelaskan bahwa dengan mengingat Allah seseorang
akan menemukan kembali pendengarannya setelah tuli, memperoleh kembali
pandangannya setelah buta, dan menjadi lembut serta penuh ketaatan
setelah liar dan memberontak.
Tidak ada komentar