Ketua PMBS Djoko Wintoro (Foto: Margaret P/Okezone)
JAKARTA - Memimpin kampus yang fokus pada pendidikan bisnis menuntut Djoko Wintoro memiliki pandangan luas tentang dunia usaha. Bagi Djoko sendiri, bisnis adalah sebuah perlombaan, bukan persaingan.
Pandangan tersebut tentu tidak dilontarkan begitu saja oleh Ketua Prasetiya Mulya Business School (PMBS) ini. Pengalaman mengajar selama hampir 30 tahun dan hobinya melahap habis buku-buku tentang keuangan menempa pengetahuan dan paradigmanya tentang bisnis Tanah Air dan persaingan bisnis global. Menurut Djoko, bisnis sebagai perlombaan dimulai dengan menemukan kesempatan atau peluang bisnis. Setelah menemukan peluang tersebut, sang calon wirausahawan pun harus mampu menemukan model bisnis dan mengimplementasikannya.
Djoko menekankan, hal paling penting dalam implementasi atau eksekusi model bisnis adalah jaringan. Ini diperlukan saat seorang wirausahawan mencari tenaga kerja, sebab tanpa jaringan tidak akan bisa dapat siapa-siapa. "Intinya managing network," tutur Djoko ketika berbincang dengan Okezone di kantornya di kawasan Cilandak, Jakarta Selatan, belum lama ini.
Pria berkacamata yang baru sekira setahun memimpin Prasetiya Mulya ini mengimbuh, setelah kedua tahap tersebut, seorang wirausahawan pemula akan menumbuhkan motivasi untuk menjalankan, mengembangkan, serta meningkatkan bisnis. Djoko menganalogikan, motivasi dalam berbisnis layaknya pedekate (pendekatan) yang kita lakukan kepada seseorang untuk mengajaknya menuju sebuah hubungan dengan jenjang yang lebih serius.
Tetapi, tidak cukup sampai di situ. Untuk menjadi wirausahawan sukses, tunas-tunas motivasi tersebut pun harus ditumbuhkan dan dikuatkan. Pasalnya, kebosanan untuk menjalankan sebuah usaha kerap kali melanda para wirausahawan mula, terutama pada kalangan mahasiswa.
Prinsip-prinsip itulah yang ditanamkan kepada para mahasiswanya di Prasetiya Mulya. Tidak hanya itu, penyandang gelar PhD dari University of Wollongong, Australia, ini juga menanamkan pemahaman agar para mahasiswa Prasetiya Mulya mau melihat dan menerima perubahan. Djoko mengilustrasikan, jika dulu kebutuhan tiap orang sangat sederhana, maka seiring perkembangan zaman, kebutuhan tiap individu pun lebih beragam, sekaligus mengubah prioritas kebutuhan mereka.
"Inovasi berubah. Perilaku konsumen ini pun mengubah bentuk model bisnis. Jadi mereka harus mau melihat perubahan yang dalam dunia bisnis dinamakan tren," tegasnya.
Semua poin tadi, kata Djoko, tertuang dalam sebuah mata kuliah di Prasetiya Mulya, Business Plan. Mata kuliah ini cukup krusial dan menentukan kelulusan seorang mahasiswa Prasetiya Mulya. Jika si mahasiswa tidak lulus Business Plan, maka dia pun belum bisa menjadi sarjana. Meskipun mendapat keraguan dari berbagai pihak, konsep ujian rencana bisnis ini justru diterapkan di sejumlah universitas.
Dia mengimbuh, rencana bisnis ini diakui secara nasional. Bahkan di Asia ada kompetisi tentang rencana bisnis. Rutin mengikuti rencana bisnis sebagai proxy keunggulan lulusan ternyata diakui secara nasional. "Bukan soal kalah-menang, tapi penekanan integrasi mata kuliah selama perkuliahan sudah benar," tandasnya.
Dukungan dari kampus juga tidak main-main. Setiap tahun, Prasetiya Mulya menggelar pameran hasil bisnis para mahasiswanya. Para calon entrepreneur Tanah Air di Prasetiya Mulya pun berlomba-lomba mengeksekusi ide bisnis terbaik mereka. Ada yang memanfaatkan tenaga matahari yang ditampung di mobil untuk mengisi ulang baterai handphone, ada juga yang berinovasi dan berkreasi dalam makanan; misalnya memanfaatkan nasi sebagai bahan utama Semar Mendem yang biasa dibuat dari beras ketan.
Karya-karya yang ditampilkan di pameran ini adalah yang telah lolos seleksi kampus, untuk kemudian dinilai kembali oleh berbagai pihak seperti pebisnis profesional, media, dan masyarakat umum. Melalui pameran ini, wirausahawan muda Prasetiya Mulya juga berkesempatan menarik minat investor untuk mendanai bisnisnya. Tetapi, investor terbaik para mahasiswa tersebut sebenarnya adalah dari kampus sendiri.
Djoko mengklaim, kampus siap memberikan bantuan modal bagi para mahasiswanya. Eits, tapi ini bukan sembarang bantuan, sifat modal yang diberikan adalah investasi. Artinya, kampus berlaku sebagai investor dan turut menghitung kapan modal yang mereka berikan akan kembali.
"Ini untuk menanamkan kepada mahasiswa bahwa modal adalah sumberdaya, bukan malah dibuang," ujar Djoko tegas.
Kampus pun, ujar Djoko, kerap kali melakukan kerjasama dengan berbagai pihak, baik lembaga maupun perseorangan, misalnya dari kalangan pendidik. Kerjasama-kerjasama tersebut tentu diarahkan pada perkembangan kewirausahaan mahasiswa. Dengan begitu, suatu saat Prasetiya Mulya bisa menyatakan diri sebagai rujukan dalam bidang manajemen bisnis bagi sekolah-sekolah bisnis.
Meski memimpin sekolah bisnis dan mencetak pebisnis handal, Djoko mengaku tidak khawatir massifnya kegiatan wirausaha di kalangan mahasiswa akan mematikan kesempatan para mahasiswanya. Menurut Djoko, persaingan di kalangan mahasiswa dengan maraknya produk kreativitas mahasiswa (PKM) antarperguruan tinggi justru harus dipelihara, bukan dihindari.
Menurutnya, persaingan akan meningkatkan demand dan yang akan mengalahkan perusahaan adalah konsumen. Dia menyitir, jika pada teori lama berlaku prinsip "kill your competitor" dan sesama pesaing tidak boleh bergaul, maka teori baru justru menekankan pentingnya bekerjasama dengan kompetitor dan membiarkan konsumen yang meninggalkan pesaing kita itu.
"Persaingan itu bukan ancaman tapi merupakan hal positif untuk perkembangan bisnis. Kalau tidak mau mengikuti perubahan, kita akan tergilas dengan sendirinya," pungkasnya.(rfa)
Sumber
Tidak ada komentar