internet
ilustrasi
TRIBUNNEWS.COM, BATURAJA - Mengejutkan. Temuan baru tim arkeologi berupa pisau batu purba di Gua Harimau Desa Padangbindu, Kecamatan Semidang Aji, Kabupaten Ogan Komering Ulu(OKU), Minggu (25/11/2012).
Penemuan itu menambah misteri baru kehidupan manusia purba Sumatera sekitar 5.000 tahun lalu.
Ukuran batu tidak terlalu besar, rata-rata sekitar 5-10 centimeter. Batu yang ditemukan ini terlihat tipis dan tajam. Sama halnya dengan pisau. Batu berwarna hitam ke coklat-coklatan terlihat mengilap dan bening seperti kaca berwarna.
Dalam dunia arkeologi batu itu dikenal sebagai sidimenter atau rijang batuan yang diberi nama batu kaca atau obsidian. Batu serupa itu juga ditemukan peneliti di Afrika dan Mesir digunakan sebagai alat melakukan operasi memecahkan kepala.
Tim akreolog pimpinan Prof Dr Harry Truman Simanjuntak menduga batu temuan di Gua Harimau ini digunakan sebagai senjata tajam berupa pisau dan alat untuk memahat oleh manusia pada peradaban purba 3.000 tahun sebelum penanggalan Masehi (SM).
“Sementara batu ini kami perkirakan batu yang di pergunakan sebagai alat pengganti senjata tajam yang digunakan untuk memotong, meraut, dan lainnya. Untuk kepastiannya akan kami teliti lebih jauh lagi,” kata Peneliti Litik tim Penelitian OKU, Ruly Fauzi.
Tim akreolog dari pusat Penelitian Akreologi Nasional Kementerian Kebudayaan dan Periwisata tidak membutuhkan kedalaman saat menggali tanah pada hari keempat ekskavasi kemarin. Hanya sekitar 50 centi meter (cm) saja mereka sudah menemukan beberapa jenis batu obsidan. Ada yang berbentuk lonjong meruncing pada bagian ujung dan berbentuk persegi dengan sisi tajam di samping.
Ruly mengatakan, dengan ditemukan batu itu bisa diperkirakan kehidupan manusia purba di Goa Harimau belum mengenal logam. Mereka menggunakan bebatuan alam yang ditajamkan sebagai senjata untuk berburu dan memotong hasil tangkapan, atau menyerut kayu yang akan dijadikan sebagai alat berburu atau lainnya.
“Selain menemukan bebatuan tajam ini, kami juga menemukan kerangka keong. Kerangka keong ini akan kami teliti lagi apa itu dipergunakan untuk menjadi alat pengganti senjata tajam sama seperti batu, atau peninggalan sisa makanan mereka. Sementara baru ini yang kami temukan,” jelasnya.
Disinggung banyaknya terdapat bebatuan sejenis batu sidimenter yang ditemukan tim peneliti OKU di Gua Harimau banyak di Baturaja. Ruly menegaskan, batu sejenis mungkin saja banyak terdapat.
Namun jika dilihat lebih teliti dan cermat sesuai dengan rumus yang ada batu yang ditemukan berbeda jauh. Batu yang pecah karena benturan alam dan pahatan dan ukiran pasti ada bedanya. Perbedaan dapat dilihat dari bentik pecahan, panjang batu, ketebalan batu, ukuran lebar, keruncingan batu, dan ketajaman.
“Yang kami temukan ini secara bentuk fisik sudah mendukung. Banyak perbedaan yang terdapat. Mulai dari bentuk pecahan, ketebalan, serat batu, ketajaman serta ukuran lebar batu sampai ketajamannya,” kata Ruly.
Dia meyakinkan pihaknya bisa membedakan mana pecahan alam dan mana pecahan hasil olahan sesuai dengan rumus dan ciri-ciri yanga ada. Misalnya yang bentuk batu rijang yang ditemukan sekarang ini sama seperti pisau yang matanya cenderung tajam.
“Sekarang memang tidak begitu tajam, karena lama usia batu terbenam. Dan kemungkinan terkena benturan, yang menyebabkan bagian batu yang tajam menjadi mengelupas. Usia batu ini diperkirakan sekitar 2.000 sampai 3.000 tahun lalu dibentuk,” katanya.
Prof DR Harry Truman Simanjuntak menambahkan, dengan penemuan batu ini semakin menambah keyakinan ada kehidupan di dalam Gua Harimau. Bukan hanya tempat pemakaman saja. Apalagi di sini juga ditemukan bekas tulang-tulang hewan yang diperkirakan bekas bahan buruan mereka.
“Jadi meski belum mengenal logam, mereka sudah pandai bisa mengukir batu untuk dijadikan alat berburu, menyerut dan memotong, layaknya sejata tajam seperti pisau dan lainnya,” kata Truman.
Sumber
Tidak ada komentar