Kawasan Konservasi Taman Buru Gunung Masigit Kareumbi (TBMK) menawarkan rekreasi hutan nyaman sekaligus mengenalkan pelestarian lingkungan.
Rumah Pohon di Kawasan Konservasi Taman Buru Gunung Masigit Kareumbi (TBMK). Penginapan ini tidak menyediakan listrik dan tempat tidur. Namun, pengunjung tetap dibuat nyaman dengan balutan sleeping bag dan lampu gas.(Hafidz Novalsyah/NGT)
Saputan alam hutan Jawa Barat menghadirkan panorama berbeda. Sejuknya udara dilindungi pilar pegunungan dan asrinya pepohonan, menjadi kekuatan utama tanah Parahyangan.
Namun, wilayah seperti ini jarang dikunjungi pelancong dan keluarga. Alasan utamanya adalah keselamatan dan efisiensi lamanya liburan. Di sinilah hadir Kawasan Konservasi Taman Buru Gunung Masigit Kareumbi (TBMK). Dengan konsep mengenalkan alam pada masyarakat, wilayah yang hanya berjarak empat jam dari Jakarta ini merupakan contoh konservasi dalam proses berjalan.
"Kami ingin mengenalkan bahwa alam juga bisa baik pada kita. Dilengkapi dengan fasilitas yang membuat pengunjung aman dan nyaman," kata Rini Rismiati, pengelola TBMK pada National Geographic Indonesia pekan lalu.
TBMK ini terletak di antara tiga kabupaten, Bandung, Sumedang, dan Garut. Di tengah TBMK yang dijadikan lokasi perkemahan, terdapat tugu setinggi satu meter yang menandakan batas Garut dan Bandung. Anda bisa memainkan peran "berada di dua tempat dalam waktu bersamaan."
Tadinya TBMK merupakan wilayah yang sarat illegal logging. Sebagai bentuk penyelamatan, Wanadri mengajukan izin pengelolaan pada tahun 2008 yang berujung pada lahirnya Tim Manajemen Pengelola Kawasan Konservasi Masigit Kareumbi. Meski demikian, dari 2.000 hektare wilayah TBMK, baru 300 hektare yang bisa dihijaukan kembali.
Kekuatan utama kawasan ini bisa terlihat saat Anda membawa serta anggota keluarga untuk menikmati alam. Di sini disediakan pilihan penginapan berupa Rumah Pohon, Rumah Rusa, atau pun lahan perkemahan.
Keistimewaan penginapan Rumah Rusa di Kawasan Konservasi Taman Buru Gunung Masigit Kareumbi (TBMK) adalah bisa berinteraksi langsung dengan rusa tutul yang ditempatkan di sebelah penginapan. Rumah Rusa bisa menampung hingga 20 orang tamu. (Hafidz Novalsyah/NGT)
Sesuai nama masing-masing, Rumah Pohon terbuat dari kayu pohon dan berbentuk rumah panggung. Ada lima unit Rumah Pohon yang disediakan, di mana pemesanan selalu penuh di bulan November dan Desember. "Rumah pohon tidak berasal dari kayu yang ditebang. Melainkan dari pohon yang sudah tumbang," jelas Rini yang menambahkan isi penginapan ini termasuk sleeping bag dan lampu gas. Tidak ada daya listrik di sini.
Sedangkan Rumah Rusa berdiri layaknya penginapan solid. Istimewanya adalah Anda bertetangga dengan enam rusa tutul (Axis axis), dua di antaranya jantan. Pengenalan alam pada keluarga bisa dimulai dengan berkeliling kawasan hijau ini. Aroma pinus ditambah kesegaran udara tanpa polusi dijamin bisa menyegarkan tubuh.
Aktivitas berikutnya bisa Anda pilih sesuai minat. Mulai dari kayak, kano, bersepeda, atau hanya menyusuri sungai. Namun jika Anda ingin memberi lebih pada alam, silakan lakukan Wali Pohon. Inilah gerakan reboisasi TBMK yang merangkul masyarakat dari segala lapisan.
Cukup membayar Rp50 ribu, Anda akan mendapat satu tunas tanaman manglid atau puspa untuk diadopsi selama tiga tahun. Selama kurun waktu itu, nama Anda tercantum di papan kecil di depan pohon tersebut. Perkembangannya pun akan selalu di update untuk Anda si "orang-tua" pohon.
Dengan hanya gerakan kecil seperti ini, Anda melakukan dua hal sekaligus: melancong dan melestarikan alam. Jadi, akhir minggu ini siap berangkat?
Gerakan penghijauan kembali Kawasan Konservasi Taman Buru Gunung Masigit Kareumbi (TBMK) lewat Wali Pohon. Pengunjung bisa terlibat langsung dalam proses tumbuhnya pohon yang mereka adopsi. (Hafidz Novalsyah/NGT)
(Zika Zakiya)
Tidak ada komentar