Foto : Dosen Fakultas Teknologi Pertanian UGM Eni Harmayani/UGM
JAKARTA - Nasi merupakan makanan pokok masyarakat Indonesia. Terbiasa dengan konsumsi nasi, masyarakat Indonesia pun mengabaikan bahan pangan lain yang melimpah di Nusantara.
Alasan ini pula yang mendasari Dosen Fakultas Teknologi Pertanian Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta Eni Harmayani untuk melakukan penelitian agar terjadi diversifikasi pangan bagi masyarakat Indonesia.
Indonesia, kata Eni, kaya dengan bahan pangan lokal. Sayangnya, kekayaan itu belum dikembangkan secara optimal. Padahal, bahan pangan yang banyak mengandung serat saat ini tengah menjadi tren menggantikan beras maupun terigu. "Kandungan karbohidratnya tetap sama tinggi. Kalau ini dikembangkan maka sekaligus akan dapat sebagai diversifikasi pangan,” urai Eni, seperti dikutip dari keterangan tertulis UGM kepada Okezone, Rabu (2/1/2013).
Ketekunan Eni meneliti bahan alternatif pangan di Indonesia pun berbuah manis. Dia memperoleh penghargaan Adhikarya Pangan Nusantara 2012 dari Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) pada Desember lalu. Selain Eni, dua peneliti lain yang memperoleh penghargaan, yaitu Rindit Pambayun asal Universitas Sriwijaya (Unsri) Palembang dan Anny Mulyani dari Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Sumber Daya Lahan Pertanian.
Mantan Kepala Pusat Studi Pangan dan Gizi UGM itu memperoleh penghargaan Adhikarya Pangan Nusantara untuk kategori pelayanan ketahanan pangan. Peneliti UGM tersebut dinilai berhasil meneliti dan mengembangkan teknologi pangan lokal untuk ganyong, garut, kedepok pisang, ubi kayu, umbi-umbian, dan lainnya sebagai pengganti beras dan terigu.
Dia menambahkan, selain menjadi subtitusi beras dan terigu, bahan pangan lokal dari umbi-umbian itu juga bermanfaat bagi kesehatan. "Baik buat menjaga saluran pencernaan dan mencegah diare hingga meningkatkan sistem imun tubuh," papar wanita kelahiran, Yogyakarta, 9 Juni 1963 itu.
Selain tekun meneliti bahan pangan lokal dari umbi-umbian, Eni juga serius memfasilitasi UKM yang ada di DIY dan sekitarnya agar mandiri dan mampu mengembangkan produk pangan lokal. Beberapa UKM ini tersebar di beberapa wilayah seperti di Klaten, Kulon Progo, Bantul, Gunungkidul dan Sleman. "Ada yang mengembangkan emping garut di Bantul atau soun dari ganyong di Klaten," ujar Eni.
Penelitian yang dilakukan Eni tidak hanya di dalam negeri tapi juga merambah ke mancanegara, yakni Jepang, Jerman, dan Swedia. Dalam penelitian tersebut, Eni melibatkan peneliti muda dari berbagai wilayah di Indonesia yang dijadikan kader dalam penelitian dan pengembangan pangan lokal di Tanah Air.
Bahkan, beberapa hasil penelitian Eni telah menghasilkan prototipe, di antaranya efferfescent probiotik, kue kering dari umbi-umbian lokal, dan berbagai jenis pangan lokal yang bermanfat sebagai pangan fungsional. Sementara itu produk pangan lokal yang dihasilkan kelompok binaan Eni Harmayani, sebagian diperkenalkan dan dipasarkan melalui Gerai Pangan Sehat (GPS) di UGM.
Selain penghargaan ini, atas prakarsa dan kegigihannya sebagai dosen dan peneliti di bidang pangan dan gizi, Eni telah memperoleh berbagai jenis penghargaan di tingkat nasional dan internasional. Beberapa di antaranya,1st place Poster Competition, Institute of Food Technologist, Colotado Chapter, USA pada 1991 dan 2nd place of Microbiology Competition, Institute of Food Technologist, Colotado chapter, USA pada 1992. (mrg)
Tidak ada komentar