Foto : Gubes termuda UGM Agung Endro Nugroho/UGM
JAKARTA - Di usia 36 tahun, Agung Endro Nugroho dipercaya menjadi seorang Guru Besar (gubes) Fakultas Farmasi Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta. Wakil Dekan Bidang Penelitian, Pengabdian pada Masyarakat dan Kerjasama Fakultas Farmasi UGM itu dinobatkan sebagai gubes termuda di salah satu perguruan tinggi negeri terkemuka Tanah Air itu.
Pencapaian menjadi seorang gubes diraih Agung dengan mencetak segudang prestasi. Meski demikian, pria kelahiran Surakarta, 15 Januari 1976 itu merasa biasa saja dengan predikat gubes yang disandangnya di usia yang belum mencapai kepala empat.
Dia menyebutkan, setiap dosen memiliki obsesi sama untuk jabatan akademik tertinggi seperti gubes. Agung percaya, dengan menjalankan Tridarma perguruan tinggi sesuai dengan jalurnya, maka kesempatan bagi seorang dosen untuk meraih jabatan sebagai gubes akan semakin besar.
“Cuma masalahnya bisa cepat atau lambat. Untungnya saya concern di tiga bidang dan saya kerjakan dengan ekstra, terutama untuk penelitian yang saya perbanyak. Demikian juga publikasi dan seminar-seminar internasional. Semakin banyak capaian yang kita dapatkan, waktu pencapaian jabatan Guru Besar tentu semakin cepat,” ujar Agung, seperti dikutip dari laman UGM, Jumat (21/12/2012).
Sebagai guru besar dengan kepakaran di bidang farmakologi molekuler, Agung mengungkapkan, perkembangan terkini ilmu farmakologi telah mencapai level molekuler. Kajian tentang nasib dan aksi obat di dalam tubuh bukan suatu nasib dan sifat yang sederhana, melainkan nasib dan aksi obat yang sudah masuk ke dalam level seluler maupun molekuler. “Inilah yang menjadi kajian saya, disiplin ilmu yang saya tekuni ketika bekerja di Fakultas Farmasi UGM,” ungkapnya.
Agung pun berkonsentrasi dengan bidang kajian tersebut. Termasuk dengan berbagai penelitian yang dilakukannya. Salah satunya adalah penelitian obat diabetes mellitus tidak sebatas sebagai efek hipoglikemik atau menurunkan kadar glukosa darah, namun mampu menerangkan bagaimana mekanisme aksi dan target aksi molekul obat tersebut di dalam tubuh.
Ayah dua anak ini mengaku, beberapa temuan penelitian memicu percepatan raihan jabatan guru besar, di antaranya isolat dari beberapa tanaman untuk menghambat pelepasan histamin dari sel mast. Dari tanaman sambiloto, diisolasi senyawa aktif yang dinamakan andrografolid, untuk dipelajari efek dan mekanisme aksinya pada hewan percobaan diabetes mellitus. Selain itu penelitian untuk tanaman Awar-Awar (Ficus Septica) dilakukan fraksinasi dikembangkan sebagai agen anti kanker dan dipelajari mekanisme molekulernya.
“Dari penelitian itu kami melakukan penelusuran mekanisme molekuler fraksi aktif tersebut sebagai agen antikanker, kemudian saya uji ternyata memiliki potensi efek antikanker yang besar. Tentu saja pekerjaan tersebut saya bekerjasama dengan para senior di fakultas,” jelasnya.
Berbagai penelitian tersebut telah mendatangkan gran dan publikasi internasional. Publikasi jurnal internasional sebanyak hampir 30 kali dan pada 2013 diharapkan mengerjakan hibah kompetensi dari Dikti.
Tidak hanya meneliti, Agung menuangkan buah pikirnya dalam bentuk tulisan. Hingga kini, dia telah menulis tiga buku cukup laris, yakni Nasib Obat dan Aksi Obat di Dalam Tubuh, Farmakologi Obat, serta Penanganan Hewan Percobaan, Bagian Farmakologi dan Farmasi Klinik, Fakultas Farmasi UGM. “Alhamdullilah buku pertama dan kedua menjadi best seller di kalangan mahasiswa dan khalayak umum,” paparnya.
Kini, Agung tengah menyusun pidato untuk pengukuhan guru besar di akhir Maret 2013. Rencananya, suami Puji Astuti itu akan mengangkat tema yang berkaitan dengan bidang kajiannya selama ini. “Tentu tentang sesuatu yang sudah saya lakukan tentang peran farmakologi molekuler di dunia farmasi yang terkait dengan isu-isu terbaru dan tantangan-tantangan ke depan,” tutupnya.(mrg)
Tidak ada komentar