Sesuai namanya, komunitas Tangan di Atas (TDA) terus menanamkan nilai saling memberi dan berbagi ilmu kepada anggotanya. Mereka percaya, dengan berbagi kepada sesama, rezeki akan semakin berlimpah. Semangat itulah yang membuat jumlah anggota TDA terus berkembang pesat. Kini sekitar 20 ribu orang berjiwa entrepreneur tergabung dalam komunitas yang didirikan pada 2006 tersebut.
Oleh THOMAS KUKUH, Jakarta
Pendiri komunitas Tangan di Atas (TDA), Badroni Yuzirman dengan Menteri BUMN Dahlan Iskan.
BADRONI Yuzirman tak pernah mengira kegagalannya menjalankan bisnis garmen di Pasar Tanah Abang ternyata berbuah sangat manis. Tidak hanya berhasil bangkit dengan memanfaatkan toko online, kini pria yang akrab disapa Roni itu juga sukses menyebarkan virus entrepreneurship kepada anak-anak muda yang ingin sukses membangun kerajaan bisnis.
Ya, Roni "panggilan Badroni" yang kini menekuni bisnis pakaian busana muslim di Jakarta tersebut adalah pendiri komunitas TDA. "Sebenarnya angka 20 ribu itu jumlah anggota yang keluar masuk di TDA karena memang pintunya banyak. Ada yang masuk lewat milis, blog, Twitter, Facebook, dan lainnya," katanya saat ditemui di rumahnya, kawasan Ulujami Jaksel, Kamis (26/7).
Kini, kata Roni, TDA berupaya menertibkan seluruh anggotanya dengan membuat kartu anggota resmi. Sampai saat ini, sudah sekitar 2 ribu anggota yang memiliki kartu anggota. Anggotanya pun terdiri atas berbagai latar belakang. Mulai entrepreneur di bidang IT yang bisnisnya berhubungan dengan alat-alat canggih hingga pengusaha makanan yang sekelas warteg (warung tegal).
"Pokoknya, di sini pengusaha yang omzetnya miliaran sampai pengusaha yang masih nol ada semua," ujarnya lantas tertawa.
Di TDA-lah mereka yang sudah merasakan sukses dan mapan harus menyebarkan ilmu serta resep kesuksesannya. Setidaknya mereka bisa bertukar pengalaman antara satu dan lainnya untuk menambah jaringan bisnis di antara mereka.
Sejak 2009, TDA mulai mengembangkan diri dan membuka "cabang" di berbagai daerah. Hingga kini, TDA tercatat ada di 30 kota/kabupaten. Setiap wilayah memiliki program serta kegiatan tersendiri.
"Awalnya kami terpusat di Jakarta. Tapi, karena jumlah orang yang bergabung semakin banyak dan dari berbagai wilayah, akhirnya kami membuka di wilayah-wilayah yang sudah siap," imbuh bapak dua anak itu.
Meski menjadi orang penting di antara ribuan pengusaha sukses, Roni tetap hidup sederhana. Rumahnya yang cukup luas didesain simpel dan minimalis. Halamannya dibiarkan hijau dengan ditumbuhi rumput yang tertata rapi. Di sudut halaman, Roni membangun arena bermain untuk anak-anaknya yang masih kecil.
Ruang tamu di rumah tersebut juga tak kalah sederhana. Di sana hanya ada sebuah sofa mungil serta beberapa kursi. Sebuah lemari kecil dan beberapa hiasan rumah menyambut tamu yang berkunjung. Saat menemui Jawa Pos, Roni bergaya santai dengan mengenakan batik ungu yang dipadu blue jeans.
Roni mengaku, saat ini dirinya memang mengutamakan kualitas hidup. Sehari-hari dirinya tidak hanya menghabiskan waktu untuk mengembangkan bisnis, tapi juga berupaya mendekatkan diri dengan keluarga.
Dia lantas menceritakan awal mula merintis komunitas TDA. Lulusan Jurusan Manajemen Trisakti tersebut menggeluti bisnis pakaian muslim sejak 2001. Kala itu, dia menyewa kios di Pasar Tanah Abang. Letaknya di Blok F yang memang khusus pakaian.
Nah, karena Roni mengutamakan kualitas dan pelayanan kepada pelanggan, bisnisnya cepat maju. Perlahan-lahan dia terus menambah kios. "Puncak bisnis saya tahun 2003. Saya menyewa tiga kios," katanya.
Seiring dengan pesatnya perkembangan bisnisnya, Roni juga mendapat banyak "gangguan". Di antaranya, dirinya berselisih dengan pengelola pasar. Dia merasa diperlakukan tidak adil. "Saya termasuk salah seorang pedagang yang vokal melawan perlakuan pengelola yang saat itu tidak adil," kenangnya.
Perselisihan tersebut tak kunjung selesai hingga 2004. Bahkan semakin runcing. Akhirnya, 3 Maret 2004, Roni diusir dari Pasar Tanah Abang. Dia diminta keluar dan tidak lagi diizinkan untuk berdagang di pasar besar itu. Roni awalnya ingin melawan melalui jalur hukum. Tapi, setelah berpikir dua kali, dia memilih untuk mengalah.
Dia lantas mengontrak rumah kecil di kawasan padat penduduk Kemandoran, Jaksel. "Di sana, saya benar-benar memulai usaha dari nol lagi. Tapi, saya tetap yakin bisa kembali bangkit," imbuhnya.
Di kontrakan tersebut, Roni memanfaatkan garasi untuk merintis usahanya. Lantaran tempatnya yang kurang strategis dibanding kiosnya di Tanah Abang, mau tidak mau Roni harus terus memutar otak. Akhirnya, dia "menemukan" solusi dengan berbisnis via online.
Dia lalu membuat situs www.manetvision.com yang merupakan lapak busana muslimnya di dunia maya. "Saya sebenarnya iseng. Sebab, saat itu kalau berbau www.com dianggap sudah keren. Apalagi saat itu belum banyak toko online," tuturnya lantas tertawa.
Sejak saat itu Roni kerap menghubungi teman-temannya, jaringan, serta para pelanggan untuk memberi tahu agar membuka lapaknya di internet. Dia terus berusaha mengenalkan lapak itu secara luas. Tak diduga, keisengan tersebut berbuah manis. Jualannya laris. Bahkan, Roni mengaku bisnisnya terus berkembang dan semakin maju. Keuntungan yang diraup dari berjualan online tidak kalah dibanding berjualan di tiga kiosnya di Tanah Abang.
"Bayangkan, di Tanah Abang saya harus menghabiskan Rp 200 juta setiap tahun untuk sewa tiga kios. Tapi, di kontrakan kecil itu, saya hanya membayar Rp 12 juta untuk sewa," ungkapnya.
Sejak merasakan sukses di bisnis online, Roni ingin membagi pengalaman dan ilmunya kepada orang lain. Caranya masih tetap via dunia maya. Dia membuat blog roniyuzirman.com pada 2 November 2005. Di blog itulah dia menceritakan semua pengalamannya jatuh bangun menjalankan bisnis, mulai di Pasar Tanah Abang hingga sukses menempuh jalur toko online.
Curahan pengalaman di blog yang sebenarnya juga iseng itu ternyata banyak dibaca orang. Tidak sedikit yang akhirnya mengirim komen atau bertanya jawab dengan Roni. Dari situ, Roni kemudian memutuskan untuk membuat milis yang dikhususkan untuk orang-orang yang biasa berdiskusi di blognya.
Milis bisnis online itu pun sangat ramai. Karena itu, pada 22 Januari 2006, Roni memberanikan diri untuk kopi darat dengan para anggota. "Saat itu jumlahnya masih 40 orang," ujarnya.
Dalam pertemuan tersebut, Roni mengajak seorang pengusaha Pasar Tanah Abang yang sangat sukses. Pengusaha itu akrab disapa Haji Alay. Dia punya puluhan kios di Pasar Tanah Abang. Haji Alay diminta menjadi narasumber.
Pertemuan tersebut membicarakan berbagai pengalaman masing-masing anggota dalam berbisnis, mulai mengikrarkan niat hingga memulai usaha. Ternyata, pertemuan itu tidak berhenti sampai di situ. Mereka lalu melanjutkan dalam diskusi serta seminar yang mengundang pengusaha-pengusaha kondang sebagai pembicara.
Para anggota komunitas tersebut menyadari pentingnya sebuah wadah untuk berbagi di antara mereka yang ingin menjadi pengusaha sukses. Karena itu, lalu dipilihkan kata Tangan di Atas sebagai nama komunitas.
Tahun demi tahun kelompok tersebut terus berkembang hingga jumlah anggotanya mencapai ribuan. "TDA bisa besar bukan karena kecanggihan teknologi. Tapi, kami memiliki nilai lebih. Yaitu, saling memberi. Kami mengajak member untuk selalu berbagi. Kami percaya, alam semesta ini berlimpah dan akan makin berlimpah meski setiap hari kita bagi," tutur suami Ely Febrita itu.
Kini TDA sudah menyerupai perusahaan. Mereka memiliki pengurus di pusat dan wilayah. Roni menjadi ketua Majelis Wali Amanah yang dalam struktur perusahaan biasa disebut komisaris. "Seluruh pengurus tidak dibayar. Sebab, prinsip kami untuk berbagi," imbuhnya.
Eksistensi TDA yang militan menarik perhatian Menteri BUMN Dahlan Iskan. Kementerian BUMN akan menjadikan TDA sebagai mitra kerja. Sebagian CSR (corporate social responsibility) perusahaan-perusahaan BUMN akan disalurkan melalui TDA.
"Pak Dahlan sudah menyatakan ingin menjadi mitra kerja TDA. Kami sangat menyambut," tegasnya. (*/c5/ari)
Tidak ada komentar