(http://seelookbook.blogspot.com)
Dalam sebuah seminar, seorang instruktur Safety Driving bertanya pada audiens; “Bila diberikan alternative, mana yang Anda pilih; mengemudi di siang hari atau mengemudi di malam hari?” jawaban yang muncul pun beragam. Namun, mayoritas menyatakan memilih perjalanan di malam hari. Alasannya, diwaktu malam sangat mudah mendeteksi bila ada kendaraan lain yanag melaju dari arah berlawanan yang terlihat dari sorotan lampunya. Tentu saja, ini tergolong pendapat yang bisa diperdebatkan.
Jawabannya memang tidak salah, bila fokusnya adalah kendaraan lain yang tentu juga dilengkapi lampu atau alat penerangan. Tapi bagaimana bila dikaitkan dengan unsure selain mobil kita? Ambil contoh penyebrang jalan (pedestrian)? Kemampuan kita untuk mengantisipasi hal-hal diluar mobil kita menjadi berkurang, akibat berkurangnya pengelihatan kita saat malam.
Jadi sebenarnya, mengemudi di malam hari menurut prinsip Safety Driving, tidak direkomendasikan. Masalahnya banyak pula sebab kenapa kita mesti menyetir di malam hari. Nah, bila sangat terpaksa dilakukan, ada beberapa hal yang perlu Anda perhatikan.
Sikap Bijaksana
Ada yang berpendapat, lampu dengan intensitas cahaya yang terang akan jauh lebih aman dibandingkan dengan sorotan lampu yang standar. Tidak mengherankan, bila banyak pemilik mobil mengganti lampu mobilnya dengan intensitas cahaya lebih terang. Diruas jalan satu arah, lampu yang sangat terang memang mendatangkan banyak keuntungan karena jangkauan pandangan ke depan juga ikut bertambah. Tapi dijalur jalan dengan dua jalur berlawanan arah, pilihan ini justru menimbulkan bahaya dan kecelakaan. Pasalnya, pengemudi kendaraan dari arah berlawanan akan silau dan sangat mungkin kehilangan orientasi. Ironisnya, tak jarang pengemudi menyikapi sorotan lampu yang silau ini dengan menyalakan lampu beam. Maksudnya untuk membalas silaunya lampu dari pengendara yang datang dari arah berlawanan. Akan tetapi, langkah ini justru mengakibatkan potensi bahaya bertambah menjadi dua kali lipat.
Cara yang paling bijaksana untuk menghadapi situasi silau oleh lampu pengendara lain dari arah berlawanan adalah dengan mengedipkan sesaat lampu high beam. Maksudnya, sekadar mengingatkan si pengemudi dimaksud bahwa lampu kendaraannya menyilaukan mata Anda. Toh hal ini bisa saja terjadi karena pengemudi dimaksud lupa mengubah posisi lampu dari high beam ke low beam. Cara lain, yakni mengalihkan sedikit pandangan dari titik sorotan lampu. Namun terlebih dahulu Anda harus mampu mendeteksi kondisi ruas jalan di depan yang akan anda lalui.
Batasi Kecepatan
Boleh jadi, Anda tergolong pengemudi yang mampu beraksi dengan cepat. Namun saat mengemudi di malam hari, tetap saja Anda harus mereduksi kecepatan menjadi lebih lambat dibandingkan bila Anda mengemudi di siang hari. Ini terkait dengan jangkauan pandang yang menjadi terbatas karena intensitas cahaya yang dihasilkan lampu mobil tentu saja tidak seterang intensitas cahaya matahari.
Pada umumnya, jangkauan sorotan lampu mobil pada posisi high beam (lampu jauh) adalah 120 meter di depan. Bila dikonversi ke satuan waktu dengan laju kendaraan 100km/jam, berarti jarak jangkauan sorotan lampu tersebut setara dengan waktu sekitar 6 detik bagi pengemudi untuk mengambil tindakan darurat bila diperlukan. Artinya, masih ada sisa waktu cukup aman mengingat reaksi pengemudi normal untuk menghentikan kendaraan secara total dari kecepatan 100km/jam (stopping distance) adalah 4 hingga 5 detik.
Siklus Biologis
Tingkat kewaspadaan yang tinggi pada manusia dimulai pukul 10 pagi, berlangsung hingga pukul 15.30 dan perlahan suhu tubuh meningkat pada pukul 19.00 pada pukul 21.00, terjadi sekresi zat melatonin yang menimbulkan rasa kantuk. Puncaknya, pukul 02.00 pagi, manusia tidur sangat lelap (deepest sleep). Sekresi melantonin berhenti pukul 07.30. jadi bila malam hari justru digunakan untuk mengemudi, maka akan cepat lelah dan mengurangi kemampuan bereaksi.
Sumber: Facebook
Tidak ada komentar