Oleh Aji Wihardandi
Dengan mengombinasikan catatan sejarah dengan observasi lapangan dan model iklim global, Tomo’omi Kumagai dan Amilcare Porporato dari Duke University menemukan bahwa kondisi kekeringan akan menimpa hutan hujan tropis di Kalimantan -sebuah gabungan dari temperatur hangat di Samudera Hindia dan rekuensi yang lebih sering dari El Nino (yang membawa angin kering dengan uap air minimum)- akan semakin sulit bagi hutan ini dan spesiesnya untuk bisa bertahan.
“Seiring dengan semakin seringnya El Nino di masa mendatang sebagai sebuah respon dari meningkatnya suhu air di lautan tropis, membuat pohon yang mempunyai kemampuan bertahan dalam waktu kemarau sekalipun akan sekarat,” ungkapnya dalam rilis media dari American Geophysical Union (AGU). “Sejumlah spesies yang tidak bisa beradaptasi dengan kondisi yang kering akan berada dalam resiko yang lebih tinggi lagi.”
Hasilnya tidak mengejutkan. Temuan serupa juga dilaporkan di sebuah bagian hutan Amazon dimana pohon tidak mampu beradaptasi dengan kekeringan dan api. Model iklim ini juga memprediksi kekeringan dan api di sepanjang wilayah yang besar di hutan hujan tropis Amazon.
Resiko yang meningkat terhadap hutan tropis dari dampak perubahan iklim adalah sebuah pertanda yang mengkhawatirkan dalam upaya menekan pemanasan global. Hutan tropis saat ini adalah tempat penyimpanan karbon yang sangat penting, namun seiring dengan melemahnya kemampuan mereka akibat kekeringan dan api, maka jutaan ton karbon akan lepas ke udara dan akan memebri kontribusi serius pada perubahan iklim.
CITATION: Tomo’omi Kumagai and Amilcare Porporato. Drought-induced mortality of a Bornean tropical rain forest amplified by climate change. JOURNAL OF GEOPHYSICAL RESEARCH, VOL. 117, G02032, 13 PP., 2012 doi:10.1029/2011JG001835
Sumber
Hutan hujan tropis di Kalimantan Barat. Foto: Rhett A. Butler
Ibarat kata pepatah, sudah jatuh tertimpa tangga. Itulah gambaran yang paling pas untuk hutan hujan tropis di pulau Kalimantan yang bernasib kian suram. Hal ini dilaporkan dalam sebuah studi dalam Journal of Geophysical Rsearch-Biogeosciences.
Dengan mengombinasikan catatan sejarah dengan observasi lapangan dan model iklim global, Tomo’omi Kumagai dan Amilcare Porporato dari Duke University menemukan bahwa kondisi kekeringan akan menimpa hutan hujan tropis di Kalimantan -sebuah gabungan dari temperatur hangat di Samudera Hindia dan rekuensi yang lebih sering dari El Nino (yang membawa angin kering dengan uap air minimum)- akan semakin sulit bagi hutan ini dan spesiesnya untuk bisa bertahan.
“Seiring dengan semakin seringnya El Nino di masa mendatang sebagai sebuah respon dari meningkatnya suhu air di lautan tropis, membuat pohon yang mempunyai kemampuan bertahan dalam waktu kemarau sekalipun akan sekarat,” ungkapnya dalam rilis media dari American Geophysical Union (AGU). “Sejumlah spesies yang tidak bisa beradaptasi dengan kondisi yang kering akan berada dalam resiko yang lebih tinggi lagi.”
Hasilnya tidak mengejutkan. Temuan serupa juga dilaporkan di sebuah bagian hutan Amazon dimana pohon tidak mampu beradaptasi dengan kekeringan dan api. Model iklim ini juga memprediksi kekeringan dan api di sepanjang wilayah yang besar di hutan hujan tropis Amazon.
Resiko yang meningkat terhadap hutan tropis dari dampak perubahan iklim adalah sebuah pertanda yang mengkhawatirkan dalam upaya menekan pemanasan global. Hutan tropis saat ini adalah tempat penyimpanan karbon yang sangat penting, namun seiring dengan melemahnya kemampuan mereka akibat kekeringan dan api, maka jutaan ton karbon akan lepas ke udara dan akan memebri kontribusi serius pada perubahan iklim.
CITATION: Tomo’omi Kumagai and Amilcare Porporato. Drought-induced mortality of a Bornean tropical rain forest amplified by climate change. JOURNAL OF GEOPHYSICAL RESEARCH, VOL. 117, G02032, 13 PP., 2012 doi:10.1029/2011JG001835
Sumber
Tidak ada komentar