Oleh Khoiril Anwar
Ilustrasi
Jakarta - "Dan makanlah makanan yang halal lagi baik dari apa yang Allah telah rezekikan kepadamu, dan bertakwalah kepada Allah yang kamu beriman kepada-Nya." (QS Al Maidah [5]: 88)
Makanan yang halal lagi baik, adalah bimbingan Allah SWT untuk umat manusia secara keseluruhan, bukan hanya untuk umat Islam. Bimbingan ini tentunya untuk kemaslahatan manusia, sejalan dengan fungsinya sebagai khalifah di permukaan bumi. Tidak berlebih-lebihan dalam mengkonsumsinya menjadi hal penting untuk diperhatikan.
Terpenuhinya makanan yang halal lagi baik bukan hanya sebagai sarana untuk kekuatan dan kesehatan tubuh. Tetapi lebih dari itu, makanan yang halal lagi baik merupakan wujud taat atas perintah-Allah SWT. Makanlah, tapi jangan berlebihan, sesungguhnya Allah SWT tidak menyukai orang-orang yang berlebihan dan berlebih-lebihan itu adalah bagian dari perbuatan syaitan.
Mengapa Islam mementingkan makanan yang halal dan baik? Pada dasarnya, semua makanan itu halal kecuali ada dalil yang mengharamkannya. Makanan yang halal mengandung hikmah agar manusia terhindar dari sifat rakus serta terpelihara kesehatan jasmani dan rohaninya. Selain itu, makanan dan minuman yang diharamkan baik dari jenis hewan maupun tumbuhan tidak hanya mendatangkan kemudratan, tetapi juga dapat mempengaruhi moral manusia yang mengkonsumsinya.
Di samping halal, makanan juga harus baik karena diketahui bahwa makanan berfungsi sebagai zat tenaga untuk gerak tubuh manusia dan sebagai zat pembangun untuk membangun dan mengganti sel-sel tubuh yang rusak sehingga kita tumbuh dan berkembang. Terakhir makanan juga berfungsi sebagai zat pengatur.
Dari mana kita mendapatkan semua itu? Sebagai karyawan (buruh) tentu dari gaji yang diterima dari hasil kerja. Nafkah yang diberikan kepada keluarga, baik berupa sandang, pangan dan papan merupakan sedekah kita kepada mereka. Tapi ingat! Nafkah yang diberikan itu haruslah dari gaji yang halal bukan dari uang hasil tipu menipu atau uang korupsi. Tanggung jawab menyelamatkan keluarga dari api nereka ada di pundak kita.
Firman Allah SWT: "Hai orang-orang yang beriman, peliharalah diri dan keluargamu dari api neraka." (QS. At Tahriim [66]:6).
Diriwayatkan oleh Hafiz bin Mardawih dari Ibnu Abbas, "Aku membaca ayat ini dihadapan Nabi saw yang artinya:
"Wahai manusia, makanlah dari (makanan) yang halal dan baik yang terdapat di muka bumi (QS Al Baqarah [2]: 168). Tiba-tiba Sa’ad bin Abu Waqqash berdiri dan berkata, ‘Ya Rasulullah! tolong engkau doakan kepada Allah, agar aku menjadi orang yang selalu dikabulkan doanya.’ Ujar Nabi, 'Wahai Sa'ad! Jagalah makananmu, tentu engkau akan menjadi orang yang makbul doanya! Demi Tuhan yang nyawa Muhammad berada dalam genggaman-Nya! Jika seorang laki-laki memasukkan sesuap makan yang haram ke dalam perutnya, maka tidak akan diterima doanya selama empat puluh hari. Dan siapa juga hamba yang dagingnya tumbuh dari makanan haram atau riba, maka neraka lebih layak untuk melayaninya."
Betapa Rasulullah Saw memberikan nasehatnya bahwa salah satu sebab doa tidak dikabulkan Allah SWT adalah karena makanan yang kita makan berasal dari barang yang haram. Kemudian Rasulullah Saw juga mengingatkan bahwa daging yang tumbuh dari makanan haram dan riba, tempat kembali yang layak adalah neraka.
Perlu juga diingat bahwa korupsi itu tidak hanya terbatas pada sejumlah uang, tetapi juga meliputi waktu kerja yang ditetapkan di tempat kita bekerja. Dengan batas waktu itulah kita diberikan nilai berupa upah atau bayaran oleh perusahaan. Jumlah waktu yang diberikan oleh perusahaan itu hendaklah dipergunakan untuk bekerja dan jangan sekali-kali mengunakan waktu yang diberikan untuk kegiatan lain di luar pekerjaan yang sudah ditetapkan. Jika itu dilakukan, maka kita telah melakukan korupsi waktu.
Wallahu a'lam bish-shawab
(Tulisan ini kerjasama detikramadan dengan PT Asuransi Takaful Keluarga)
(rmd/rmd )
Tidak ada komentar