Salam dalam Islam (ilustrasi)
Jakarta - Salam dalam Islam mengandung doa keselamatan dan doa keberkahan. Tidak ada salam dalam agama lain yang setara maknanya dengan salam yang terdapat dalam Islam. Namun terkadang ada sebagian umat Islam yang agak malu untuk mengucapkan salam ketika saling bertemu. Malu ini apakah karena ketidaktahuan akan makna salam itu sendiri atau karena ketidaktahuannya akan din (agama)-nya. Sehingga bila bertemu dengan temannya, ia akan lebih senang untuk sekedar tersenyum atau mengucapkan kata "Hei, apa kabar?" atau "Selamat Pagi".
Sungguh ironis tipe muslim seperti ini, hatinya sudah dihinggapi penyakit minder yang menyebabkannya tidak lagi dapat membedakan mana yang baik dan mana yang tidak baik. Padahal Rasulullah Saw sangat jelas sekali memerintahkan kepada umatnya untuk menebarkan salam. Perintah ini bukan tanpa dasar, melainkan agar seorang muslim senantiasa mendoakan saudaranya setiap saat. Demikian pula sebaliknya. Betapa agungnya Islam itu, tidak sedikitpun ruang yang terlewatkan olehnya melainkan dengan menebarkan kebaikan.
Sekarang marilah kita perhatikan dan bandingkan antara salam dalam Islam dengan salam nasional.
Salam dalam Islam, orang yang pertama mengucapkan: "Assalamu'alaikum warahmatullaahi wabarakatuh". (Keselamatan, rahmat dan kebekahan Allah SWT atas kamu).
Bagi orang yang menerimanya salam tersebut, wajib hukumnya menjawabnya: "Wa'alaikum salam warahmatullaahi wabarakatuh". (Begitu juga keselamatan, rahmat dan kebekahan Allah SWT untuk kamu).
Baik yang mengucapkan salam maupun yang menjawab salam, keduanya saling mendoakan agar mendapatkan keselamatan, rahmat dan keberkahan dari Allah SWT. Dalam salam itu terkandung makna penyandaran harapan akan keselamatan, rahmat dan berkah hanya kepada Allah yang menciptakan manusia, yang memberikan manfaat dan mudarat kepada manusia. Dia yang berkuasa memberikan keselamatan, kasih sayang dan keberkahan, sehingga salam yang diucapkan pun bermanfaat bagi manusia.
Sekarang coba bandingkan salam nasional: "Apa Kabar?" atau "Selamat pagi" atau "Selamat siang" atau "Selamat sore" atau "Selamat malam".
Orang yang mengucapkan kata-kata salam nasional tersebut, akan dijawab dengan kata-kata yang sama juga oleh orang lain yang menerimanya. Demikian pula seandainya salam nasional itu dianggap sebagai sebuah permohonan untuk 'keselamatan', maka permohonan keselamatannya hanya terbatas untuk pagi hari saja jika diucapkan pada waktu pagi. Sedangkan untuk siang harinya tidak termasuk. Begitupun pada saat siang hari, baru dimintakan keselamatan untuk siang dan begitu seterusnya.
Lebih jauh, permintaan keselamatan itu disandarkan kepada siapa? Apakah kepada pagi ketika diucapkan pada pagi hari atau kepada siang ketika diucapkan pada siang hari? Jika ini yang dimaksudkan oleh yang memberi salam, maka dia syirik karena pagi, siang, sore dan malam hanyalah sekedar penunjuk batas waktu yang tidak berhak dimintakan keselamatan padanya. Jika pun bukan begitu maksudnya tetap saja salam nasional itu tidak mengandung makna apa-apa.
Telah disampaikan dalam tulisan sebelumnya tentang makna salam dalam Islam yang mengandung doa keselamatan dan doa keberkahan. Sangat berbeda jika dibandingkan dengan salam yang bersifat nasional.
Dalam beberapa pertemuan resmi seringkali kita jumpai salam yang diucapkan sebagai berikut, "Salam sejahtera bagi kita semua". Salam ini pun terdengar aneh karena hanya dimaksudkan untuk menyenangkan pihak lain agar berkesan nasionalis dan pluralis.
Imron bin Husain berkata, "Ada seorang laki-laki yang datang kepada Nabi seraya mengucapkan Assalamu'alaikum. Maka nabi menjawabnya dan orang itu kemudian duduk. Nabi berkata, 'Dia mendapat sepuluh pahala'. Kemudian datang orang yang lain mengucapkan Assalamu'alaikum warahmatullah. Maka Nabi menjawabnya dan berkata, 'Dua puluh pahala baginya'. Kemudian ada yang datang lagi seraya mengucapkan Assalamu'alaikum warahmatullahi wa barakatuh. Nabi pun menjawabnya dan berkata, 'Dia mendapat tiga puluh pahala.” (Hadis Shohih Riwayat Abu dawud, Tirmidzi dan Ahmad)
Dari Abu Hurairah, Rasulullah Saw bersabda, "Tidaklah kalian masuk surga hingga kalian beriman. Dan tidaklah kalian beriman hingga saling mencintai. Maukah kalian aku tunjukkan suatu amalan yang jika kalian kerjakan niscaya kalian akan saling mencintai? Tebarkanlah salam di antara kalian". (HR. Muslim).
Dari Abdullah bin Salam, Rasulullah Saw bersabda, "Wahai sekalian manusia, tebarkanlah salam di antara kalian, berilah makan sambunglah tali silaturahmi dan shalatlah ketika manusia tidur malam, niscaya kalian akan masuk surga dengan selamat". (Hadis Shohih Riwayat Tirmidzi, Ibnu Majah, Ahmad)
Uraian di atas dimaksudkan agar kita sebagai muslim memiliki rasa bangga bahwa salam yang diperintahkan Rasulullah untuk disebar itu sangat sarat dengan makna yang tidak dimiliki oleh agama lain. Oleh karena itu, tidak salah dan tidak berlebihan dalam lingkungan kerja salam ini harus dibiasakan.
Aturan memberikan salam itupun sudah diberikan petunjuk oleh Rasulullah. Melalui sabdanya, dari Abu Hurairah ra bahwa Rasulullah Saw bersabda, "Hendaklah salam itu diucapkan yang muda kepada yang tua, yang berjalan kepada yang duduk, dan yang sedikit kepada yang banyak". (Muttafaq Alaihi).
Menurut riwayat Muslim: "Dan yang menaiki kendaraan kepada yang berjalan".
Berdasarkan hadis di atas, siapa terlebih dahulu yang memberikan salam berikut ini urutannya:
1. Yang muda memberi salam kepada yang tua.
2. Yang berjalan memberi salam kepada yang duduk.
3. Yang sedikit kepada yang banyak.
4. Yang berkendaraan kepada yang berjalan.
Tebarkan salam dan raih berkahnya. Tidaklah rugi hanya mengucapkan kalimat salam dan tidak juga akan hilang kemuliaan kita hanya karena mengucapkan salam. Berlomba-lombalah untuk meraih keselamatan, keberkahan dan rahmat Allah SWT. Oleh sebab itu, jangan lupa, tebarkan salam dan raih berkahnya!
Wallahu a'lam bish-shawab
Tidak ada komentar