Oleh: Bayu Taufiq Possumah (Kandidat Phd dan peneliti Ekonomi Islam dan Muamalat pada Universitas Kebangsaan Malaysia)
SEBAGAI sebuah sistem yang sempurna dan
universal, Islam meletakkan pedoman dan haluan agar manusia senantiasa
dalam kehidupan sejahtera dunia dan akhirat, secara individu maupun
kemasyarakatan. Islam tidak hanya fokus pada kepentingan individu tetapi
juga dalam kehidupan sosial ekonomi.
Hal ini dibuktikan dengan disyariatkannya zakat sebagai salah satu
kewajiban seorang muslim untuk memenuhi hak muslim lainnya. Zakat
merupakan instrumen fiskal negara yang berfungsi untuk mendistribusikan kesejahteraan secara lebih adil dan merata, bagian integral akuntabilitas manusia kepada Allah SWT atas rezeki-Nya , upaya mengentaskan kemiskinan dan instrumen transformasi sosial ekonomi umat
Allah menjelaskan bahwa perintah zakat ditujukan untuk dua hal,
membersihkan (harta) dan mengsucikan (QS 9:103). Ayat-ayat Alquran yang
menjelaskan tentang zakat lebih menekankan pada kewajiban membayarnya
daripada proses distribusi ataupun dampaknya. Pesan moral yang
disampaikan bahwa pembayaran zakat dimaksudkan untuk membersihkan harta
manusia serta mengsucikan jiwa-jiwa mereka dari sifat iri, dengki, kikir
dan tabdzir (boros) .
Kehidupan harmoni antar masyarakat diharapkan lahir dari pelaksanaan zakat, terutama zakat yang dibayarkan secara ikhlas dan tidak mengharap imbalan apapun dari pihak yang menerima zakat.Ibarat kehidupan alam ini yang berisikan muatan positif dan muatan negatif, maka risiko terjadinya pertemuan antar dua muatan ini tidak bisa dihindari dan bisa memungkinkan terjadinya konflik.
Mekanisme zakat bekerja sebagai katalisator antar dua titik kutub yaitu kutub berlebihan (muzakki) dan kutub kekurangan (mustahiq) sehingga keharmonisanlah yang diharapkan akan terjadi. Pelaksanaan zakat akan mendidik bagi pembayar maupun penerima zakat untuk memiliki kesucian hati. Pembayar zakat akan disucikan dari perasaan sombong dan kikir.
Di sisi lain, penerima zakat akan disucikan dari perasaan iri dan dengki terhadap perbedaan kekayaan dengan orang lain. Dengan sendirinya konflik sosial akan tereliminasi dengan terbangunnya mekanisme harmonis antar berbagai strata dan komponen berbeda ditengah masyarakat.
Kehidupan harmoni antar masyarakat diharapkan lahir dari pelaksanaan zakat, terutama zakat yang dibayarkan secara ikhlas dan tidak mengharap imbalan apapun dari pihak yang menerima zakat.Ibarat kehidupan alam ini yang berisikan muatan positif dan muatan negatif, maka risiko terjadinya pertemuan antar dua muatan ini tidak bisa dihindari dan bisa memungkinkan terjadinya konflik.
Mekanisme zakat bekerja sebagai katalisator antar dua titik kutub yaitu kutub berlebihan (muzakki) dan kutub kekurangan (mustahiq) sehingga keharmonisanlah yang diharapkan akan terjadi. Pelaksanaan zakat akan mendidik bagi pembayar maupun penerima zakat untuk memiliki kesucian hati. Pembayar zakat akan disucikan dari perasaan sombong dan kikir.
Di sisi lain, penerima zakat akan disucikan dari perasaan iri dan dengki terhadap perbedaan kekayaan dengan orang lain. Dengan sendirinya konflik sosial akan tereliminasi dengan terbangunnya mekanisme harmonis antar berbagai strata dan komponen berbeda ditengah masyarakat.
Dalam surah Al Baqarah (276) Allah berjanji bahwa Dia akan menyuburkan
harta yang disedekahi dan menyusutkan harta yang diribakan. Pelaksanaan
zakat akan menyuburkan perekonomian melalui peningkatan produktifitas
sektor mustahiq. Zakat akan mendorong sektor ini berubah dari
ketidakberdayaan menjadi keberdayaan untuk melakukan interaksi di pasar.
Zakat yang diberikan dalam bentuk barang konsumsi atau uang cash akan
meningkatkan daya beli mustahiq terutama terhadap kebutuhan-kebutuhan
pokok mereka. Namun ketika kebutuhan pokok mereka terpenuhi, zakat bisa
mendorong produktivitas mereka sehingga akan meningkatkan kesejahteraan
secara jangka panjang.
Di sisi lain, zakat memberikan insentif yang berbeda dengan pajak yang hakikatnya merupakan utang pemerintah kepada warganya, yang harus dibayar dalam bentuk fasilitas umum atau redistribusi kesejahteraan. Hal ini yang mendorong pajak akan melahirkan tuntutan bagi pembayarnya dan berpengaruhnya para pembayar pajak dalam proses pengambilan kebijakan pemerintah.
Sedangkan zakat dibayarkan dengan motivasi keikhlasan dan didistribusikan oleh amil untuk individu-individu yang tidak mampu. Oleh karena itu zakat memberikan kebebasan kepada amil ataupun mustahiq untuk menggunakannya sesuai aturan syariat sehingga diharapkan akan memberikan kreativitas dalam peningkatan perekonomian. Selanjutnya mekanisme pasar akan lebih hidup karena semakin banyaknya usaha-usaha riil dan produktif dari setiap pelaku ekonomi yang tidak condong kepada unsur monopolistik.
Di dalam sistem ekonomi Islam yang berbeda diametral dengan nilai ekonomi liberal, distribusi pendapatan dan output antar individu dalam masyarakat sepenuhnya dikendalikan oleh mekanisme pasar. Kekuatan permintaan dan penawaran yang akan menentukan barang-barang apa yang dihargai mahal dan barang-barang apa yang akan tidak berharga.
Semakin tingginya harga bahan bakar merupakan cermin lemahnya posisi tawar dari konsumen dibandingkan perusahaan. Di sisi lain, upah misalnya, tidak mengalami kenaikan yang signifikan bahkan secara riil bisa dibilang menurun adalah karena lemahnya posisi penawaran tenaga kerja dan miskinnya lapangan kerja.
Dalam perekonomian bebas, adalah menjadi hal yang wajar jika menjadi seorang pegawai susah untuk kaya lantaran rendahnya tingkat upah dan penghasilan yang mereka terima. Pendapatan yang diterima oleh masyarakat tidaklah mencerminkan jerih payah atau pengorbanan yang mereka lakukan, namun merupakan hasil kekuatan politik (tawar-menawar).
Distribusi atau mengalirnya pendapatan antar masyarakat hanya diwadahi dalam bentuk mekanisme kerja pasar dan tidak ada mekanisme yang secara otomatis meredistribusi pendapatan sehingga mereka yang posisi tawarnya lemah bisa meningkat.
Zakat yang merupakan kewajiban bagi setiap individu untuk mendistribusikan kelebihan kekayaan yang dimilikinya kepada orang lain yang lebih membutuhkan. Mekanisme distribusi pendapatan dalam Islam dilekatkan kepada kewajiban orang kaya (Muzakki) dengan insentif yang sangat besar, baik di dunia maupun di akhirat. Allah menjamin bahwa dengan membayar zakat (sedekah) tidak akan membuat orang miskin, bahkan hartanya di sisi Allah akan di lipat gandakan (QS 2: 276).
Sehingga sistem ekonomi dalam Islam bisa dikatakan adalah sistem yang berbasis keseimbangan distribusi kesejahteraan. Disinilah sangat diperlukan kepahaman masyarakat terhadap ajaran Islam yang akan menjadi pendorong pada mekanisme pembayaran zakat meskipun peran pemerintah sangat kecil.
Saat ini banyak pihak masih pesimis terhadap zakat, karena secara empiris zakat belum memiliki dampak sosial ekonomi secara makro yang signifikan, masih kalah oleh pajak. Ini tidak lain karena pelaksanaan zakat masih bersifat parsial, mulai dari aspek pemahaman, sosialisasi, dan penerapan kebijakan perzakatan.
Jika zakat dipahami secara utuh dan dilaksanakan secara komprehensif dalam suatu negara, dan tidak dipahami hanya dalam konteks konsumtif maka zakat akan memiliki manfaat ekonomi yang sangat signifikan secara makro. Oleh karenanya paling tidak ada dua hal yang harus dilakukan oleh pemerintah dan institusi Amil Zakat untuk mewujudkan Zakat sebagai Accelerator transformasi sosial ekonomi, zakat sebagai jaminan sosial dan zakat sebagai insentif ekonomi.
Sumber
Di sisi lain, zakat memberikan insentif yang berbeda dengan pajak yang hakikatnya merupakan utang pemerintah kepada warganya, yang harus dibayar dalam bentuk fasilitas umum atau redistribusi kesejahteraan. Hal ini yang mendorong pajak akan melahirkan tuntutan bagi pembayarnya dan berpengaruhnya para pembayar pajak dalam proses pengambilan kebijakan pemerintah.
Sedangkan zakat dibayarkan dengan motivasi keikhlasan dan didistribusikan oleh amil untuk individu-individu yang tidak mampu. Oleh karena itu zakat memberikan kebebasan kepada amil ataupun mustahiq untuk menggunakannya sesuai aturan syariat sehingga diharapkan akan memberikan kreativitas dalam peningkatan perekonomian. Selanjutnya mekanisme pasar akan lebih hidup karena semakin banyaknya usaha-usaha riil dan produktif dari setiap pelaku ekonomi yang tidak condong kepada unsur monopolistik.
Di dalam sistem ekonomi Islam yang berbeda diametral dengan nilai ekonomi liberal, distribusi pendapatan dan output antar individu dalam masyarakat sepenuhnya dikendalikan oleh mekanisme pasar. Kekuatan permintaan dan penawaran yang akan menentukan barang-barang apa yang dihargai mahal dan barang-barang apa yang akan tidak berharga.
Semakin tingginya harga bahan bakar merupakan cermin lemahnya posisi tawar dari konsumen dibandingkan perusahaan. Di sisi lain, upah misalnya, tidak mengalami kenaikan yang signifikan bahkan secara riil bisa dibilang menurun adalah karena lemahnya posisi penawaran tenaga kerja dan miskinnya lapangan kerja.
Dalam perekonomian bebas, adalah menjadi hal yang wajar jika menjadi seorang pegawai susah untuk kaya lantaran rendahnya tingkat upah dan penghasilan yang mereka terima. Pendapatan yang diterima oleh masyarakat tidaklah mencerminkan jerih payah atau pengorbanan yang mereka lakukan, namun merupakan hasil kekuatan politik (tawar-menawar).
Distribusi atau mengalirnya pendapatan antar masyarakat hanya diwadahi dalam bentuk mekanisme kerja pasar dan tidak ada mekanisme yang secara otomatis meredistribusi pendapatan sehingga mereka yang posisi tawarnya lemah bisa meningkat.
Zakat yang merupakan kewajiban bagi setiap individu untuk mendistribusikan kelebihan kekayaan yang dimilikinya kepada orang lain yang lebih membutuhkan. Mekanisme distribusi pendapatan dalam Islam dilekatkan kepada kewajiban orang kaya (Muzakki) dengan insentif yang sangat besar, baik di dunia maupun di akhirat. Allah menjamin bahwa dengan membayar zakat (sedekah) tidak akan membuat orang miskin, bahkan hartanya di sisi Allah akan di lipat gandakan (QS 2: 276).
Sehingga sistem ekonomi dalam Islam bisa dikatakan adalah sistem yang berbasis keseimbangan distribusi kesejahteraan. Disinilah sangat diperlukan kepahaman masyarakat terhadap ajaran Islam yang akan menjadi pendorong pada mekanisme pembayaran zakat meskipun peran pemerintah sangat kecil.
Saat ini banyak pihak masih pesimis terhadap zakat, karena secara empiris zakat belum memiliki dampak sosial ekonomi secara makro yang signifikan, masih kalah oleh pajak. Ini tidak lain karena pelaksanaan zakat masih bersifat parsial, mulai dari aspek pemahaman, sosialisasi, dan penerapan kebijakan perzakatan.
Jika zakat dipahami secara utuh dan dilaksanakan secara komprehensif dalam suatu negara, dan tidak dipahami hanya dalam konteks konsumtif maka zakat akan memiliki manfaat ekonomi yang sangat signifikan secara makro. Oleh karenanya paling tidak ada dua hal yang harus dilakukan oleh pemerintah dan institusi Amil Zakat untuk mewujudkan Zakat sebagai Accelerator transformasi sosial ekonomi, zakat sebagai jaminan sosial dan zakat sebagai insentif ekonomi.
Sumber
Tidak ada komentar